Ragam – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dikabarkan tengah mengkaji kemungkinan penerapan kebijakan baru yang akan mewajibkan para influencer dan kreator digital memiliki sertifikasi resmi sebelum membuat konten di bidang tertentu.

Langkah ini disebut mengikuti praktik yang lebih dulu diterapkan oleh pemerintah China.

Kepala BPSDM Komdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, mengungkapkan bahwa wacana tersebut masih berada pada tahap awal pembahasan internal.

“Masih kita pelajari. Kami sedang mendalami apakah kebijakan seperti ini relevan dengan konteks ekosistem digital Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Kamis (30/10/2025), seperti dikutip dari Kotakgame.

Menurut Bonifasius, pemerintah Indonesia secara berkala meninjau berbagai kebijakan digital dari negara lain, termasuk Australia dan China, untuk memperkuat tata kelola ruang digital nasional.

Ia mencontohkan bahwa kebijakan Australia mengenai pembatasan media sosial bagi anak di bawah umur sempat dijadikan referensi dalam penyusunan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital.

Terkait gagasan sertifikasi bagi influencer, Bonifasius menegaskan bahwa tujuannya bukan untuk membatasi ekspresi, melainkan untuk memastikan tanggung jawab dan akurasi informasi yang disampaikan kepada publik.

“Kita ingin mendorong kompetensi tanpa mengekang kreativitas. Tantangannya adalah menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap masyarakat dari misinformasi,” jelasnya.

Sementara itu, China sudah lebih dulu melangkah. Mulai 10 Oktober 2025, pemerintahnya mewajibkan influencer memiliki ijazah atau sertifikat profesional sebelum membahas topik-topik seperti hukum, kesehatan, pendidikan, dan keuangan.

Kebijakan tersebut diterbitkan oleh Administrasi Radio dan Televisi Negara (NRTA) bersama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata China.

Selain itu, platform digital besar seperti Douyin, Bilibili, dan Weibo juga diwajibkan melakukan verifikasi latar belakang akademik kreator yang membahas topik profesional.

Bagi pelanggar, ancamannya tidak main-main, mulai dari denda hingga 100.000 yuan (sekitar Rp230 juta) hingga pemblokiran akun secara permanen.

Indonesia sendiri masih dalam tahap diskusi awal. Komdigi membuka ruang dialog publik dan akan melibatkan asosiasi kreator digital, lembaga pendidikan, serta platform media sosial sebelum mengambil keputusan final.

“Kalau pun nanti diterapkan, kita harus pastikan aturannya jelas — siapa yang wajib, level sertifikasi seperti apa, dan bagaimana mekanisme penerapannya. Karena jumlah konten kreator di Indonesia sekarang sudah sangat besar,” tutup Bonifasius.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *