Nasional – Presiden Prabowo Subianto resmi menggunakan hak prerogatifnya dengan memberikan rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang sebelumnya dijatuhi hukuman dalam perkara dugaan korupsi kerja sama usaha dan proses akuisisi PT Jembatan Nusantara periode 2019–2022.
Keputusan tersebut diumumkan dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (25/11/2025), dan disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi bersama Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad serta Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
Tiga nama yang memperoleh rehabilitasi yakni mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan Muhammad Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, kebijakan ini berawal dari aspirasi masyarakat yang masuk ke DPR RI dan kemudian ditindaklanjuti melalui kajian hukum oleh Kementerian Hukum. Hasil kajian tersebut selanjutnya disampaikan kepada Presiden untuk menjadi pertimbangan dalam rapat terbatas.
“Setelah proses kajian dan pertimbangan dari berbagai pihak, Presiden memutuskan menggunakan hak rehabilitasi untuk ketiga nama tersebut,” ujar Dasco di hadapan awak media, dikutip langsung dari Humas Mensesneg.
Mensesneg Prasetyo Hadi menambahkan, keputusan ini telah melalui mekanisme yang hati-hati dan melibatkan pendapat ahli hukum.
Presiden Prabowo diketahui telah menandatangani surat persetujuan rehabilitasi pada sore hari yang sama.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa langkah ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 14 UUD 1945 serta praktik ketatanegaraan yang berlaku.
Bahkan, sebelum keputusan diambil, Presiden telah meminta pertimbangan tertulis dari Mahkamah Agung.
“Dengan rehabilitasi ini, kedudukan serta harkat martabat ketiganya dipulihkan kembali seperti sebelum dijatuhi putusan pidana,” jelas Yusril, dikutip dari Detik.
Sebelumnya, Ira Puspadewi dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun 6 bulan serta denda Rp500 juta atas perkara yang dinilai merugikan keuangan negara.
Sementara dua eks direksi lainnya masing-masing divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp250 juta.
Kuasa hukum Ira menyambut baik keputusan tersebut dan berharap kliennya segera dibebaskan dari tahanan karena dinilai tidak lagi memiliki dasar hukum untuk menjalani pidana.
Kasus ini sebelumnya memicu perdebatan luas di ruang publik, terutama terkait batas antara risiko bisnis dan tindak pidana korupsi dalam pengambilan keputusan korporasi BUMN.





