Kriminal – Rentetan kasus korupsi yang menjerat aparat penegak hukum kembali menjadi sorotan tajam di Senayan.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Daniel Tumbeleka, menyebut fenomena keterlibatan jaksa dalam kasus pemerasan sebagai “alarm keras” bagi institusi kejaksaan.
Pernyataan ini merespons langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membongkar praktik pemerasan di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU).
Dalam kasus ini, KPK menyeret tiga nama pejabat strategis kejaksaan setempat.
Mereka adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) HSU, Albertinus P Napitupulu; Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel), Asis Budianto; dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun), Tri Taruna Fariadi.
“Ini sangat kita sesalkan. Aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan justru diduga menyalahgunakan kewenangannya,” tegas Martin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (20/12/2025), seperti dikutip dari Liputan6.
Hingga saat ini, KPK baru berhasil menahan Albertinus dan Asis Budianto. Keduanya mendekam di Rumah Tahanan KPK untuk masa penahanan pertama mulai 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.
Sementara itu, Tri Taruna Fariadi masih berstatus buron dan dalam pengejaran tim penyidik.
Modus operandi yang dijalankan para tersangka tergolong penyalahgunaan wewenang secara terang-terangan.
Mereka diduga memanfaatkan laporan pengaduan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai senjata untuk menekan pejabat dinas agar menyetorkan sejumlah uang.
Jika tidak dituruti, mereka mengancam akan menindaklanjuti laporan tersebut ke ranah hukum.
Martin mendesak agar penindakan terhadap oknum jaksa ini dilakukan tanpa pandang bulu demi memberikan efek jera.
Menurutnya, hal ini selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen memperkuat pemberantasan korupsi di segala lini.
“Langkah cepat KPK ini penting, dan siapa pun yang terlibat harus diproses sampai tuntas,” ujar Martin.
Legislator Gerindra ini juga menyoroti kasus serupa yang terjadi di Tangerang, di mana tiga oknum jaksa dan dua pihak swasta ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan pemerasan dalam perkara ITE.
Dua kasus yang terjadi beruntun ini, menurut Martin, adalah bukti perlunya reformasi pengawasan internal yang lebih ketat.
“Kami ingin memastikan pemberantasan korupsi berjalan konsisten sesuai arah pemerintahan baru. Jangan sampai praktik seperti ini kembali terjadi,” pungkasnya.





