Ragam – Komika Pandji Pragiwaksono kembali menjadi sorotan setelah materi lawakan yang ia sampaikan pada 2013 kembali viral dan menuai protes dari masyarakat Toraja.

Lembaga Adat Tongkonan Adat Sang Torayan (TAST) bahkan sempat mengumumkan sanksi adat berupa denda Rp 2 miliar serta 96 ekor kerbau dan babi.

Namun, Pandji menegaskan bahwa sanksi tersebut tidak melalui prosedur adat yang benar.

Dalam pernyataannya di Jakarta Selatan pada Kamis (13/11/2025), Pandji mengatakan proses dialog resmi dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) kini sedang berlangsung.

Ia menyebut komunikasi tersebut memberinya pemahaman bahwa sanksi yang beredar belum dapat dianggap sah.

“Menurut beliau, sebenarnya kurang tepat soal diharuskan memberikan 96 satwa dan uang sebesar itu karena dialognya harus dilakukan bersama dengan perwakilan 32 wilayah adat Toraja. Jadi kalau dialognya belum ada, sebenarnya hukumannya juga belum ada,” ujar Pandji mengutip penjelasan Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, seperti dilansri dari Detik.

Ia juga menegaskan bahwa informasi mengenai besaran denda yang sempat viral tidak sesuai dengan mekanisme adat Toraja.

“Bukan hanya belum final, kalau menurut Ibu Rukka Sombolinggi… tidak akurat. Bukan belum final, tidak akurat,” jelasnya.

Pandji mengatakan sepenuhnya menyerahkan prosedur hukum adat kepada AMAN sebagai pihak yang lebih memahami tata cara penyelesaian konflik adat.

“Untuk urusan adat masyarakat Toraja, saya sih percayakan kepada Ibu Rukka Sombolinggi dari AMAN,” tuturnya.

Selain membahas sanksi, Pandji kembali menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Toraja atas materi stand-up yang menyinggung budaya setempat.

“Saya sadar bahwa saya ada sisi ignorant dalam penulisan joke… saya meminta maaf kepada masyarakat Toraja yang tersinggung,” katanya.

Kontroversi ini berawal dari potongan video stand-up “Mesakke Bangsaku” yang kembali beredar dan dianggap melecehkan upacara adat Rambu Solo.

Beberapa organisasi masyarakat Toraja, termasuk Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI), menyatakan bahwa lawakan tersebut melukai nilai-nilai budaya mereka.

Ketua PMTI, Amson Padolo, menyebut dua pernyataan Pandji yang dinilai merendahkan.

“Ada dua hal yang membuat kami terluka. Pertama, pernyataannya bahwa banyak warga Toraja jatuh miskin karena pesta adat. Kedua, jenazah disimpan di ruang tamu atau depan TV. Itu tidak benar dan sangat menyinggung,” ujarnya.

PMTI menegaskan bahwa Rambu Solo bukan pesta kemewahan seperti yang digambarkan dalam lawakan tersebut, melainkan ritual sakral yang sarat nilai solidaritas, gotong royong, dan penghormatan terhadap leluhur.

Dengan dialog yang masih berlangsung, penyelesaian secara adat kini menunggu mekanisme resmi yang harus melibatkan 32 wilayah adat Toraja, sebagaimana diatur dalam struktur adat setempat.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *