Nasional – Pada Rabu (21/8/2024), media sosial seperti X, Instagram, dan Facebook dipenuhi dengan unggahan bertuliskan “Peringatan Darurat” yang menampilkan Garuda Pancasila berlatar belakang biru.
Fenomena ini menarik perhatian warganet, dan istilah-istilah terkait seperti “peringatan darurat Indonesia” dan “darurat Pancasila” menjadi tren di Google.
Kemunculan tagar ini berkaitan dengan tindakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dianggap mengabaikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Warganet bereaksi dengan menaikkan tagar tersebut dan mengunggah simbol Garuda berwarna biru, disertai suara sirene sebagai tanda bahaya.
Hingga pukul 21.21 WIB, tagar “peringatan darurat” telah dibahas lebih dari 231.000 kali di platform X, menimbulkan pertanyaan mengenai maksud di balik simbol Garuda biru ini.
Apakah ini terkait dengan gerakan “Kawal Putusan MK” yang tengah ramai dibicarakan?
Maksud Peringatan Darurat Garuda Biru
Gerakan “peringatan darurat” di media sosial ini tampaknya adalah ajakan dari warganet untuk mengawal putusan MK menjelang Pilkada 2024 yang akan digelar serentak dalam waktu dekat.
Tagar ini muncul setelah beberapa putusan MK dinilai berpotensi mengubah peta politik menjelang Pilkada.
MK mengeluarkan putusan yang mengatur ulang ambang batas atau threshold pencalonan kepala daerah yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Putusan tersebut memungkinkan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk mengusung calon kepala daerah.
Selain itu, MK juga memutuskan bahwa syarat usia bagi calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon, bukan saat pelantikan, berbeda dengan putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya.
Keputusan ini dianggap dapat menghalangi langkah Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, untuk maju dalam Pilkada Jawa Tengah 2024.
Reaksi Terhadap Putusan MK
Putusan MK yang mengatur ambang batas partai dalam pencalonan kepala daerah dianggap memberikan keuntungan bagi calon-calon tertentu seperti Anies Baswedan yang sebelumnya diprediksi gagal diusung sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
Sementara itu, DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) berencana untuk merevisi UU Pilkada, yang mana sikap ini menolak putusan MK dan lebih merujuk pada putusan MA.
Menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, keputusan MK tidak dapat dibatalkan dengan revisi undang-undang.
Jika ada perubahan yang bertentangan dengan putusan MK, hal itu dianggap sebagai tindakan yang tidak mematuhi hukum. Keputusan MK yang final dan mengikat harus dihormati oleh semua pihak, termasuk DPR dan Presiden, sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945.
Dampak Putusan MK Terhadap Pilkada 2024
Putusan MK terkait ambang batas partai dan syarat usia calon kepala daerah memiliki dampak signifikan terhadap dinamika Pilkada 2024.
Anies Baswedan berpeluang besar untuk kembali maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, sementara PDI-P dapat mencalonkan gubernur tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain.
Sebaliknya, peluang Kaesang Pangarep untuk maju di Pilkada Jawa Tengah bisa terhambat karena syarat usia yang belum terpenuhi saat penetapan pasangan calon.
Sementara itu, berdasarkan putusan MA, Kaesang masih memiliki peluang untuk mencalonkan diri, karena pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 kemungkinan besar akan dilakukan setelah ia mencapai usia 30 tahun pada Desember 2024.