Nasional – Ketika sirene kendaraan taktis Brimob memecah kesunyian malam Jakarta pada 28 Agustus 2025, tak ada yang menyangka bahwa suara itu akan menjadi lonceng kematian bagi Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online berusia 20 tahun.

Pemuda yang sedang berjuang mencari nafkah itu tewas terlindas, meninggalkan keluarga dalam duka dan bangsa dalam pertanyaan besar: kapan polisi benar-benar melayani rakyat?

Setiap kali terjadi kasus seperti ini, kita hampir selalu mendengar narasi yang sama: “Ini ulah oknum.” Seolah-olah dengan menyebut kata “oknum,” masalah menjadi terselesaikan dan institusi kepolisian bersih dari tanggung jawab.

Padahal, tragedi Affan bukanlah kejadian terisolasi yang dilakukan seorang individu nakal, melainkan cerminan dari masalah sistemik yang lebih dalam.

Irjen Agus Suryonugroho, Kakorlantas Polri, pernah dengan tegas menyatakan dalam arahannya kepada seluruh jajaran pada Mei 2025: “Tidak ada lagi kata-kata oknum di lalu lintas. Salah, ya salah,”.

Pernyataan ini seharusnya menjadi prinsip fundamental bagi seluruh institusi kepolisian, bukan hanya di bidang lalu lintas.

“Kita sebagai aparat negara ketika menjadi pelaku pelindung pengayom masyarakat,” begitu penekanan Kakorlantas tentang tugas utama polisi.

Namun, apa yang terjadi pada Affan menunjukkan betapa jauhnya realitas dari idealisme tersebut.

Seorang driver ojol yang sedang mengantar pesanan pelanggan—pekerjaan yang halal dan mulia—justru menjadi korban dari aparat yang seharusnya melindunginya.

Ironi yang menyakitkan, sekaligus tamparan keras bagi institusi yang mengklaim dirinya sebagai pelindung rakyat.

Kakorlantas telah menekankan pentingnya transformasi layanan publik dan melayani masyarakat dengan ikhlas.

Namun transformasi sejati tidak bisa hanya terjadi di atas kertas atau dalam pidato-pidato ceremonial.

Transformasi membutuhkan perubahan mindset yang fundamental: dari mentalitas penguasa menjadi pelayan publik.

Ketika kendaraan taktis melaju ugal-ugalan di tengah kerumunan warga, itu bukan sekadar kesalahan teknis atau momentary lapse of judgment.

Itu adalah manifestasi dari sikap mental yang menempatkan kekuasaan di atas kemanusiaan, efektivitas operasional di atas keselamatan warga sipil.

Tujuh anggota Brimob telah diamankan untuk pemeriksaan.

Kapolri telah meminta maaf. Namun, apakah cukup? Kasus ini menuntut lebih dari sekadar sanksi individual dan permintaan maaf seremonial.

Kasus ini menuntut evaluasi menyeluruh terhadap prosedur operasional standar, pelatihan, dan budaya institusi.

Mengapa kendaraan taktis bisa melaju dengan kecepatan tinggi di area yang dipenuhi warga sipil? Di mana protokol keselamatan? Bagaimana sistem komando dan kontrol yang seharusnya mencegah tragedi seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan menyalahkan “oknum.”

Seruan publik agar aparat lebih humanis dalam menangani demonstrasi bukanlah permintaan yang berlebihan.

Ini adalah tuntutan dasar dari rakyat yang sudah terlalu sering melihat penggunaan kekuatan yang tidak proporsional oleh aparat negara.

Polisi harus memahami bahwa di balik setiap helm, di balik setiap jaket ojol, ada manusia dengan keluarga yang menunggu di rumah.

Ada impian, harapan, dan perjuangan hidup yang tidak boleh direnggut begitu saja oleh ketidakhati-hatian atau arogansi kekuasaan.

Tragedi Affan harus menjadi titik balik. Tidak boleh ada lagi “oknum” yang dijadikan kambing hitam.

Setiap kesalahan harus dilihat sebagai kegagalan sistem yang perlu diperbaiki secara menyeluruh.

Saatnya polisi benar-benar melayani, bukan sekadar mengklaim melayani.

Saatnya institusi berani bertanggung jawab penuh, bukan berlindung di balik “oknum.” Dan saatnya rakyat mendapat perlindungan dari pelindungnya, bukan justru menjadi korban.

Karena pada akhirnya, legitimasi polisi tidak datang dari seragam atau senjata yang mereka bawa, tetapi dari kepercayaan rakyat yang harus mereka jaga dengan penuh kehormatan dan tanggung jawab.

“Layani masyarakat dengan ikhlas”—bukan sekadar slogan, tetapi janji yang harus ditepati setiap hari.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *