SURAKARTA – Keraton Kasunanan Surakarta tengah diselimuti duka mendalam setelah wafatnya Sinuhun Pakubuwono (PB) XIII Hangabehi pada Minggu (2/11/2025).
Raja Surakarta itu menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Indriati, Sukoharjo, setelah menjalani perawatan intensif selama sekitar seratus hari akibat komplikasi berbagai penyakit.
Kabar duka ini dikonfirmasi oleh sejumlah kerabat dan abdi dalem keraton. Jenazah PB XIII kemudian disemayamkan di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta sebelum dimakamkan di Makam Raja-Raja Mataram Imogiri, Yogyakarta, pada Rabu (5/11/2025).
Adik mendiang, Gusti Kanjeng Ratu Koes Moertiyah Wandansari (Gusti Moeng), menjelaskan bahwa seluruh prosesi pemakaman dilakukan sesuai tata cara adat Kasunanan, dengan melibatkan para pengageng, sentono dalem, dan abdi dalem.
Masyarakat umum juga diberi kesempatan memberikan penghormatan terakhir di Masjid Pujosono.
“Semua urutan dan tata cara pemakaman dilakukan sebagaimana paugeran keraton. Kami memastikan setiap prosesi berjalan penuh hormat,” ungkap Gusti Moeng, seperti dikutip dari Kompas dan Detik.
PB XIII lahir di Surakarta pada 28 Juni 1948 dengan nama kecil Gusti Raden Mas Suryadi, yang kemudian diganti menjadi Gusti Raden Mas Suryo Partono karena alasan spiritual dalam tradisi Jawa.
Ia merupakan putra tertua PB XII dan naik takhta sebagai Pakubuwono XIII Hangabehi pada 2004, setelah melewati masa transisi panjang di tubuh keraton.
Selama masa pemerintahannya, PB XIII dikenal berupaya memulihkan marwah dan tatanan adat Kasunanan Surakarta, meski dihadapkan pada sejumlah dinamika internal.
Dalam kehidupan pribadi, PB XIII pernah menikah tiga kali. Dari pernikahan-pernikahan tersebut, ia dikaruniai tujuh anak, termasuk KGPH Purbaya, yang pada 2022 telah diangkat sebagai putra mahkota.
Penobatan itu dilakukan bersamaan dengan pengukuhan GKR Pakubuwana XIII (Asih Winarni) sebagai permaisuri dalam acara Tingalan Dalem Jumenengan ke-18.
Namun, penetapan Purbaya sebagai putra mahkota sempat memicu perbedaan pandangan di kalangan keluarga besar keraton.
Sebagian pihak menilai pengangkatan tersebut tidak sepenuhnya sesuai adat, terutama terkait status permaisuri sebagai ibu kandung putra mahkota.
Meski demikian, pengangkatan itu dianggap langkah penting bagi keberlanjutan suksesi takhta Keraton Surakarta di masa mendatang.
Menurut Kanjeng Pangeran Haryo Eddy Wirabhumi, PB XIII sudah lama mengidap komplikasi penyakit, termasuk gangguan gula darah, namun masih sempat menghadiri beberapa upacara adat, di antaranya Adang Tahun Dal pada Minggu (7/9/2025), prosesi langka yang digelar setiap delapan tahun sekali.
“Beliau memang sudah lama sakit, tapi sempat membaik dan hadir di beberapa kegiatan adat,” ujarnya.
Kini, kepergian PB XIII bukan hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar Kasunanan Surakarta, tetapi juga menjadi momen refleksi atas perjalanan panjang warisan budaya dan kepemimpinan di tanah Jawa.
Seluruh keluarga dan abdi dalem keraton berharap, semangat pelestarian budaya dan tata nilai yang diwariskan mendiang PB XIII dapat terus dilanjutkan oleh generasi penerusnya.

