Nasional – Gelombang banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menimbulkan duka mendalam setelah jumlah korban meninggal dunia dilaporkan mencapai lebih dari 100 orang, sementara puluhan lainnya masih dalam pencarian, hingga Jumat (28/11/2025).
Bencana ini memaksa puluhan ribu warga meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke lokasi yang lebih aman akibat luapan sungai dan runtuhan tanah yang datang secara tiba-tiba.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menjelaskan hujan ekstrem tersebut dipicu oleh Siklon Tropis Senyar yang muncul di perairan Selat Malaka. Peneliti Iklim BRIN, Erma Yulihastin, menyatakan fenomena ini tergolong langka karena terbentuk di wilayah dekat garis khatulistiwa.
“Kalau dalam satu hari curah hujan sudah di atas 100 milimeter, itu masuk kategori ekstrem. Di beberapa titik, kami mencatat bahkan mencapai 300 milimeter,” ujar Erma, dikutip dari BBC.
Di Aceh, kisah pilu datang dari Arini Amalia, warga Meureudu, Pidie Jaya, yang menggambarkan dahsyatnya terjangan air.
“Airnya deras, arusnya cepat, sudah seperti tsunami. Cuma airnya kuning keruh, bukan hitam,” ucapnya dengan suara bergetar.
Ia mengaku hanya mampu menyelamatkan diri dan neneknya, sementara seluruh isi rumah terendam dalam hitungan menit. Menurutnya, ini adalah banjir terparah yang pernah ia alami sepanjang hidupnya.
Pemerintah pusat merespons cepat bencana ini dengan mengirimkan bantuan darurat ke wilayah terdampak menggunakan empat pesawat, terdiri dari tiga Hercules dan satu A400.
Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya menjelaskan, bantuan diterbangkan menuju bandara terdekat di Padang, Silangit, Banda Aceh, dan Lhokseumawe.
“Pesawat membawa sekitar 150 tenda, 64 perahu karet, genset, 100 alat komunikasi, serta makanan siap saji dan kebutuhan medis,” terang Teddy, dikutip dari Antara.
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyampaikan duka cita mendalam sekaligus menegaskan empat prioritas penanganan pemerintah.
“Evakuasi warga, penyaluran bantuan logistik, optimalisasi layanan kesehatan, serta pembukaan akses daerah terisolasi menjadi fokus utama,” katanya.
Ia menambahkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan seluruh jajaran untuk bergerak cepat dan terkoordinasi bersama TNI, Polri, serta pemerintah daerah.
Di Sumatera Utara, Polda melaporkan banjir dan longsor terjadi di sejumlah wilayah seperti Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Sibolga, dengan korban jiwa mencapai puluhan orang.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan menyebut proses evakuasi masih terus dilakukan.
“Kami bergerak siang dan malam untuk mencari warga yang belum ditemukan. Kondisi medan cukup berat karena akses jalan banyak yang terputus,” ujarnya.
Sementara itu, pegiat lingkungan dari WALHI menilai dampak bencana semakin parah akibat kerusakan lingkungan dan aktivitas industri ekstraktif yang masif.
Manajer Advokasi WALHI Sumut, Jaka Damanik, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi izin perusahaan di kawasan hutan kritis.
“Kalau hutan terus dibuka, banjir akan jadi bencana rutin. Ini bukan hanya soal cuaca, tapi juga soal kebijakan,” tegasnya.
Selain Sumatra, fenomena serupa juga tercatat di berbagai negara akibat pemanasan global.
Data World Meteorological Organization memperkirakan suhu global terus meningkat, yang berdampak pada meningkatnya intensitas bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia.
Hingga kini, tim SAR gabungan masih melakukan pencarian korban dan pemerintah terus mendistribusikan bantuan secara bertahap sambil mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi hujan ekstrem susulan.
“Jangan lengah, karena siklon ini masih bisa kembali menguat,” kata Erma Yulihastin mengingatkan.







