
Internasional – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York menyetujui New York Declaration, sebuah dokumen yang dipandang sebagai kerangka baru menuju terwujudnya solusi dua negara bagi konflik Israel–Palestina.
Dalam pemungutan suara, sebanyak 142 negara mendukung, 10 menolak, dan 12 lainnya memilih abstain.
Negara-negara besar seperti Prancis, Kanada, Inggris, serta Australia masuk dalam kelompok pendukung.
Beberapa di antaranya bahkan menyatakan kesiapannya untuk segera mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.
Deklarasi tersebut merupakan hasil konferensi internasional yang berlangsung di Markas Besar PBB pada Juli lalu atas prakarsa Prancis dan Arab Saudi, dan direncanakan akan dilanjutkan kembali pada akhir bulan ini.
Dikutip dari UN News, Sabtu (13/08/2025), isi deklarasi mencakup sejumlah poin penting, antara lain:
1. Gencatan senjata segera di Jalur Gaza.
2. Pembebasan seluruh sandera di wilayah Gaza.
3. Pembentukan negara Palestina yang merdeka dan layak huni.
4. Perlucutan senjata Hamas serta pengecualian kelompok tersebut dari pemerintahan Gaza.
5. Normalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab, disertai jaminan keamanan kolektif.
Duta Besar Prancis untuk PBB, Jérôme Bonnafont, menilai deklarasi ini sebagai satu-satunya jalur yang realistis untuk mencapai solusi dua negara.
Namun, Israel bersama Amerika Serikat, Argentina, Paraguay, Hungaria, serta sejumlah negara Pasifik, termasuk Palau, Tonga, dan Mikronesia, menolak dokumen tersebut.
Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyatakan deklarasi itu sepihak.
“Hamas adalah pihak yang paling diuntungkan, dan mereka akan mengklaimnya sebagai hasil dari 7 Oktober,” tegasnya.
Sidang PBB ini berlangsung di tengah eskalasi perang di Gaza yang kian memperburuk prospek perdamaian.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, kembali menekankan bahwa kunci perdamaian di Timur Tengah tetap terletak pada solusi dua negara.
“Israel dan Palestina harus menjadi dua negara merdeka, berdaulat, serta demokratis, yang dapat hidup berdampingan dalam damai dan rasa aman,” ujar Guterres.