Nasional – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menghidupkan wacana penyederhanaan nilai rupiah atau redenominasi.
Kebijakan ini resmi masuk dalam Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025, ditetapkan pada 10 Oktober 2025.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah atau RUU Redenominasi menjadi salah satu program prioritas nasional yang ditargetkan rampung pada tahun 2027.
Pelaksanaan teknisnya akan dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu.
“RUU Redenominasi merupakan bagian dari langkah strategis memperkuat fondasi fiskal dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional,” terang Purbaya dalam keterangan resminya, Jumat (7/11/2025), seperti dikutip dari CNBC.
Redenominasi, secara sederhana, berarti mengurangi jumlah digit pada nominal mata uang tanpa mengubah daya beli atau nilai tukar.
Misalnya, uang Rp 1.000 akan menjadi Rp 1 setelah redenominasi. Nilainya tetap sama, hanya cara penulisannya yang disederhanakan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilainya.
Sementara menurut Bank Indonesia (BI), kebijakan ini dilakukan agar sistem pembayaran dan pencatatan ekonomi menjadi lebih efisien.
Kemenkeu menjelaskan bahwa langkah ini berbeda dengan sanering, yakni pemotongan nilai uang yang menurunkan daya beli.
Dalam redenominasi, nilai riil uang dan barang tetap seimbang, hanya format nominal yang berubah agar lebih mudah dibaca dan diakui secara internasional.
RUU Redenominasi disusun untuk mencapai empat sasaran utama.
Pertama, meningkatkan efisiensi ekonomi nasional dengan memperkuat daya saing global.
Kedua, menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai rupiah.
Ketiga, memperkuat kredibilitas mata uang nasional di mata dunia.
Keempat, memudahkan sistem akuntansi, pelaporan keuangan, dan transaksi digital.
Purbaya menegaskan bahwa dengan redenominasi, rupiah akan tampil lebih setara dengan mata uang kuat dunia seperti dolar atau euro, sehingga memperkuat kepercayaan investor asing.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menilai kebijakan ini penting untuk “memulihkan martabat rupiah”.
“Ekonomi kita sudah masuk 20 besar dunia, tetapi nilai tukar rupiah masih terlihat kecil karena terlalu banyak nol. Dengan redenominasi, persepsi itu bisa berubah,” ujarnya.
Gagasan redenominasi bukan hal baru. Wacana ini pertama kali muncul pada 2010 saat Bank Indonesia, di bawah kepemimpinan Darmin Nasution, mengusulkan penyederhanaan nilai rupiah.
Namun, realisasi kebijakan ini tertunda karena menunggu kesiapan ekonomi nasional dan dukungan politik yang kuat.
Pada 2025, Kemenkeu akhirnya menetapkan redenominasi sebagai program resmi pemerintah setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa perubahan tersebut hanya dapat dilakukan melalui undang-undang, bukan melalui tafsir konstitusional.
“MK menilai redenominasi merupakan kebijakan fundamental yang harus ditetapkan melalui RUU dan kajian strategis pemerintah,” ujar hakim MK Enny Nurbaningsih dalam sidang putusan pada 17 Juli 2025.
Para ekonom menilai redenominasi dapat membawa dampak positif bagi stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik terhadap rupiah.
Selain membuat sistem pembayaran lebih efisien, kebijakan ini juga akan mengurangi kesalahan pencatatan pada sistem keuangan digital dan memperkuat transparansi fiskal.
Namun, sejumlah pakar juga mengingatkan bahwa proses transisi dapat menimbulkan sedikit gejolak harga.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, menyebutkan bahwa “pada masa awal, harga barang mungkin akan dibulatkan ke atas, menyebabkan inflasi jangka pendek, tetapi setelah stabil, efeknya justru memperkuat daya beli.”
Tauhid menambahkan, tantangan lainnya terletak pada persepsi publik terhadap aset-aset bernilai tinggi seperti properti atau kendaraan yang akan terlihat “menyusut” secara nominal.
“Perlu edukasi luas agar masyarakat memahami bahwa nilainya tidak berubah, hanya penyebutannya yang disesuaikan,” jelasnya.
Jika sesuai rencana, RUU Redenominasi akan disahkan paling lambat pada 2027, diikuti masa transisi hingga 2029.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap rupiah tampil lebih sederhana, efisien, dan berwibawa di mata dunia.
“Redenominasi bukan hanya soal angka, tetapi tentang memperkuat simbol kepercayaan terhadap ekonomi nasional,” ujar Purbaya menutup pernyataannya.










