
Islam – Sejarah Islam mencatat nama Sultan Sulaiman Al-Qanuni dengan tinta emas sebagai salah satu penguasa paling berpengaruh di dunia. Di Barat, ia dijuluki Suleiman the Magnificent (Sulaiman yang Agung).
Pemerintahannya selama hampir setengah abad (1520–1566) menjadikan Kekhalifahan Utsmaniyah tampil sebagai negara adidaya yang menguasai tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa.
Sulaiman lahir di Trabzon, kawasan Laut Hitam, pada tahun 1494 M. Ia adalah putra Sultan Salim I dan permaisuri Hafshah.
Sejak kecil, ia dibekali pendidikan ilmu agama, sastra, sejarah, serta strategi militer.
Ketika ayahnya wafat pada 22 September 1520 M, Sulaiman yang saat itu berusia 26 tahun naik tahta menggantikan ayahnya.
Usianya yang masih muda sempat dianggap kelemahan, namun sebaliknya ia tampil sebagai pemimpin matang, berwibawa, dan visioner.
Dalam masa pemerintahannya, Sulaiman berhasil memperluas wilayah Utsmaniyah hingga ke Balkan, Hungaria, dan sebagian Austria.
Pasukannya bahkan pernah mengepung Wina pada tahun 1529, meski tidak berhasil menaklukkannya.
Di kawasan Asia, ia menundukkan wilayah Irak, Tabriz, hingga Anatolia, sekaligus memaksa Syah Tahmasp I dari Persia menandatangani perjanjian damai yang menguntungkan Ottoman.
Di laut, armada Utsmani mencapai kejayaan di bawah pimpinan laksamana legendaris Khoiruddin Barbarosa.
Armada Ottoman berhasil mengalahkan kekuatan Kristen Eropa dalam Pertempuran Preveza (1538) dan bahkan beraliansi dengan Prancis melawan Habsburg, sesuatu yang jarang terjadi dalam sejarah.
Barbarosa juga menyelamatkan ribuan Muslim Spanyol dari penindasan Inkuisisi, membawa mereka dengan kapal Ottoman menuju negeri-negeri Islam.
Di Afrika, kekuasaan Ottoman menjangkau Tunisia, Libya, Eritrea, Djibouti, Somalia, dan Yaman.
Sementara di kawasan Teluk Persia, Sulaiman berhasil mengusir Portugis dan menguasai jalur perdagangan penting yang menghubungkan Timur dan Barat.
Selain kehebatan militer, Sultan Sulaiman juga dikenang sebagai pembangun peradaban. Ia adalah penyair, kaligrafer, dan pecinta seni.
Pada masanya, muncul arsitek besar Mimar Sinan yang merancang Masjid Sulaimaniyah di Istanbul—mahakarya arsitektur Islam yang masih berdiri megah hingga kini.
Bidang hukum juga mengalami pembaruan. Sulaiman menyusun kodifikasi hukum yang disebut Qanun Sulaimani, dengan tetap berlandaskan syariat Islam.
Konsistensinya dalam menegakkan aturan membuatnya digelari Al-Qanuni (Sang Pembuat Undang-Undang).
Meski di usia tua menderita encok, Sulaiman tetap memimpin pasukan di medan jihad.
Pada pengepungan benteng Szigetvár di Hungaria tahun 1566, ia wafat di usia 74 tahun.
Kata-kata terakhirnya mencerminkan keimanan mendalam: “Lebih baik mati dalam jihad di jalan Allah.”
Kepergiannya diratapi umat Islam, sementara musuh-musuhnya di Eropa justru bersorak gembira.
Namun sejarah menegaskan, warisan Sulaiman adalah kejayaan, keadilan, dan peradaban yang meninggalkan jejak abadi.