Nasional – Presiden Prabowo Subianto bersama tiga pejabat tinggi negara lainnya kini menghadapi tuntutan hukum serius terkait penanganan bencana banjir bandang dan longsor yang meluluhlantakkan wilayah Sumatera.

Gugatan ini dilayangkan melalui mekanisme Citizen Lawsuit (gugatan warga negara) oleh advokat Arjana Bagaskara Solichin ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Langkah hukum ini resmi terdaftar dengan nomor perkara 415/G/TF/2025/PTUN.JKT pada Hari Jumat (05/12/2025).

Selain Presiden sebagai Tergugat 1, Arjana juga menyeret Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni (Tergugat 2), Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Tergugat 3), serta Kepala BNPB Letjen Suharyanto (Tergugat 4).

Dalam argumen hukumnya yang dikutip pada Hari Sabtu (06/12/2025), Arjana menilai pemerintah telah lalai dalam melindungi warganya.

Ia mendesak agar malapetaka yang terjadi di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat segera ditetapkan sebagai Bencana Nasional.

Desakan ini bukan tanpa dasar. Arjana merujuk pada data BNPB per 3 Desember yang menunjukkan skala kerusakan masif: 753 korban jiwa, 650 orang hilang, 2.600 luka-luka, dan gelombang pengungsian yang mencapai lebih dari 576 ribu jiwa.

“Indikator dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 sudah terpenuhi. Jumlah korban, luasnya wilayah yang lumpuh, hingga hancurnya fasilitas umum sudah lebih dari cukup untuk menaikkan status ini menjadi Bencana Nasional,” tegas Arjana.

Ia menilai penetapan status ini krusial agar ganti rugi dan bantuan pemulihan dari pemerintah pusat bisa segera turun secara maksimal.

Inti dari gugatan ini menyoroti dugaan pembiaran terhadap kerusakan lingkungan. Arjana menuding Menteri Kehutanan (Tergugat 2) gagal mencegah praktik deforestasi liar di wilayah hulu yang menjadi pemicu utama banjir bandang.

Meski pemerintah mengklaim adanya penurunan laju deforestasi nasional pada 2024-2025, Arjana menyajikan data pembanding yang mengkhawatirkan. Ia memaparkan adanya perubahan tutupan lahan yang signifikan dalam lima tahun terakhir (2019-2024).

Di Aceh, perubahan tutupan lahan mencapai 21.476 hektare, sementara di Sumatera Utara mencapai 9.424 hektare.

Lebih spesifik lagi, Arjana menyoroti kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah terdampak.

Di Sumatera Utara, lahan kritis tercatat seluas 207.482 hektare atau 14,7% dari total DAS.

Situasi serupa terjadi di Sumatera Barat, di mana 13 DAS yang meluap memiliki total lahan kritis seluas 39.816 hektare.

Arjana menilai kelalaian kolektif para tergugat telah memperparah penderitaan rakyat.

Menteri Keuangan dinilai lambat dalam menggelontorkan dana darurat yang memadai, sementara Kepala BNPB dianggap tidak responsif dalam berkoordinasi dengan Presiden untuk penetapan status bencana.

“Ribuan warga kini hidup dalam ketidakpastian di pengungsian dengan logistik terbatas. Kelalaian Tergugat 1 hingga 4 adalah bentuk pembiaran yang berpotensi menambah jumlah korban jiwa,” ujarnya.

Melalui gugatan ini, penggugat memohon kepada Majelis Hakim untuk memerintahkan Presiden menetapkan status Bencana Nasional dan memastikan seluruh korban mendapatkan kompensasi yang layak atas kerugian yang mereka derita akibat kerusakan ekologis yang tidak tertangani.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *