
Internasional – Babak baru perdamaian di Timur Tengah akhirnya dimulai. Setelah perundingan panjang yang diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, Israel dan Hamas resmi menyetujui gencatan senjata yang mulai berlaku pada Jumat (10/10/2025) pagi waktu setempat.
Kesepakatan bersejarah ini menandai fase pertama dari rencana perdamaian 20 poin yang diumumkan Trump di Washington akhir September lalu.
Perjanjian tersebut mencakup pembebasan seluruh sandera Israel, penarikan pasukan secara bertahap dari Jalur Gaza, serta pembebasan lebih dari seribu tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Pada Kamis (9/10/2025), Trump mengumumkan melalui akun Truth Social-nya bahwa kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan awal. Ia menyebut perjanjian ini sebagai “langkah nyata menuju perdamaian abadi di kawasan.”
“Israel dan Hamas telah menandatangani tahap pertama dari rencana perdamaian kami. Semua sandera akan segera dibebaskan, pasukan akan ditarik, dan setiap pihak akan diperlakukan secara adil,” tulis Trump, seperti dikutip dari Merdeka.
Trump juga menyampaikan apresiasi kepada Qatar, Mesir, dan Turki atas peran penting mereka sebagai mediator dalam proses diplomatik yang rumit ini.
Ia dijadwalkan menghadiri upacara penandatanganan resmi di Kairo, Mesir, pada akhir pekan.
Kabinet Israel mengesahkan draf akhir kesepakatan pada Jumat dini hari setelah perdebatan sengit.
Beberapa menteri garis keras, termasuk Itamar Ben-Gvir, menolak rencana tersebut karena dinilai “terlalu menguntungkan Hamas.”
Namun Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tetap mendorong persetujuan itu dengan alasan kemanusiaan dan tekanan internasional yang meningkat.
“Pemerintah telah menyetujui kerangka pembebasan seluruh sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah gugur,” ujar Netanyahu melalui akun X.
Keputusan ini menjadi langkah paling signifikan menuju akhir perang dua tahun yang telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina dan 1.200 warga Israel sejak konflik besar pecah pada 7 Oktober 2023.
Beberapa jam setelah keputusan kabinet, militer Israel (IDF) mulai menarik pasukannya dari wilayah tengah dan selatan Gaza, termasuk Khan Younis dan kamp Nusseirat.
Dalam pernyataan resminya, IDF menyebut pasukan kini ditempatkan di garis pertahanan baru, sementara sebagian lainnya masih bertahan untuk “menangani ancaman langsung.”
Ribuan warga Palestina mulai kembali ke utara Gaza, membawa tas dan barang seadanya, berharap bisa memulai kembali hidup setelah dua tahun perang tanpa henti.
Menurut laporan BBC, sekitar 600 truk bantuan kemanusiaan mulai memasuki Gaza setiap hari, membawa makanan, air bersih, dan pasokan medis penting.
Namun, kondisi di lapangan masih rapuh. Beberapa laporan menyebutkan serangan udara terbatas masih terjadi di sekitar Khan Younis pada Kamis malam menjelang pengumuman resmi gencatan senjata.
Pejabat tinggi Hamas, Mousa Abou Marzouq, mengonfirmasi bahwa pertukaran tahanan akan dimulai pada Senin (13/10/2025).
“Kami tidak akan menjadikan pembebasan tahanan sebagai ajang politik atau selebrasi, tetapi sebagai bagian dari tanggung jawab kemanusiaan,” ujar Abou Marzouq dalam wawancara televisi.
Hamas juga berkewajiban menyerahkan data lengkap para sandera kepada tim gabungan yang melibatkan Turki, Qatar, Mesir, dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC).
Sementara itu, Israel akan membebaskan lebih dari 11.000 tahanan Palestina, termasuk 1.700 warga Gaza yang ditahan selama operasi militer.
Meski begitu, pejabat Israel menegaskan bahwa Marwan Barghouti, tokoh populer Fatah yang dipenjara seumur hidup, tidak termasuk dalam daftar pembebasan.
Dunia internasional menyambut kesepakatan ini dengan hati-hati namun optimistis.
Sekjen PBB Antonio Guterres memuji peran para mediator regional, sementara PM Inggris Keir Starmer mendesak agar tahap pertama segera dilaksanakan tanpa penundaan.
Dukungan juga datang dari Presiden India Narendra Modi dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menyebut perjanjian ini sebagai “langkah menuju rekonsiliasi historis.”
Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Winston Peters, bahkan menyebutnya “fajar baru bagi perdamaian di Timur Tengah.”
Meski demikian, para pengamat menilai jalan menuju stabilitas masih panjang.
Fase kedua rencana Trump mencakup pembentukan badan internasional bernama Board of Peace, yang akan mengelola Gaza pascaperang.
Trump disebut akan menjadi ketua bersama dengan mantan PM Inggris Tony Blair, bersama sejumlah pemimpin global lain.
Bagi rakyat Gaza, kesepakatan ini membawa harapan sekaligus ketakutan.
Banyak yang menyambut gencatan senjata dengan air mata kebahagiaan, namun sebagian lainnya masih trauma dan belum berani kembali ke rumah mereka.
Seperti dikatakan jurnalis Al Jazeera, Tareq Abu Azzoum, “Kebahagiaan di Gaza saat ini bercampur was-was. Banyak keluarga takut perjanjian ini hanya sementara.”
Pakar hubungan internasional Marwan Bishara memperingatkan bahwa tanpa kesepakatan politik yang jelas tentang masa depan Gaza dan pelucutan senjata Hamas, “perdamaian ini akan tetap rapuh.”
Namun untuk pertama kalinya dalam dua tahun, langit Gaza malam itu tanpa suara bom.