
Nasional – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Nomor 731 Tahun 2025 menimbulkan polemik. Regulasi ini menetapkan 16 jenis dokumen persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan, termasuk ijazah pendidikan.
Keputusan tersebut ditandatangani Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin pada Kamis (21/08/2025) dan berlaku selama lima tahun.
Meski demikian, dokumen dapat dibuka jika pemilik memberikan persetujuan tertulis atau jika berhubungan dengan jabatan publik.
Daftar 16 Dokumen yang Dikecualikan
1. Fotokopi KTP elektronik (e-KTP) dan foto akta kelahiran WNI.
2. Surat keterangan catatan kepolisian dari Mabes Polri.
3. Surat keterangan kesehatan dari rumah sakit pemerintah yang ditunjuk KPU.
4. Bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada KPK.
5. Surat keterangan tidak dalam keadaan pailit dan/atau tidak memiliki utang dari pengadilan negeri.
6. Surat pernyataan tidak sedang dicalonkan sebagai anggota DPR, DPD, atau DPRD.
7. Fotokopi NPWP dan bukti penyampaian SPT Tahunan PPh OP selama 5 tahun terakhir.
8. Daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak bakal calon.
9. Surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua periode.
10. Surat pernyataan setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
11. Surat keterangan dari pengadilan negeri bahwa calon tidak pernah dipidana penjara 5 tahun atau lebih berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap.
12. Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi.
13. Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang, termasuk G30S/PKI, dari kepolisian.
14. Surat pernyataan kesediaan menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden.
15. Surat pernyataan pengunduran diri sebagai anggota TNI, Polri, atau PNS sejak ditetapkan sebagai pasangan calon.
16. Surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat BUMN/BUMD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon.
Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menegaskan aturan ini menyesuaikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Menurutnya, ada sejumlah data pribadi yang memang harus dijaga kerahasiaannya, seperti rekam medis dan dokumen pendidikan.
“Tidak ada yang dilindungi secara khusus. Aturan ini berlaku umum, sesuai uji konsekuensi yang kami lakukan,” jelas Afif di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (15/09/2025), seperti dikutip dari Detik.
Ia menambahkan, jika ada pihak yang menginginkan dokumen tersebut dibuka, harus ada persetujuan dari pemilik data atau keputusan pengadilan.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mempertanyakan urgensi keputusan KPU ini. Ia menilai aturan tersebut muncul tiba-tiba padahal Pilpres berikutnya baru digelar pada 2029.
“Kenapa tiba-tiba ada PKPU padahal pemilihan masih empat tahun lagi? Biasanya penerbitan aturan KPU itu melalui konsultasi dengan DPR dan pemerintah terlebih dahulu,” ujar Doli di sela Bimtek Fraksi Golkar di Jakarta Barat, Selasa (16/09/2025).
Doli menekankan, dokumen seperti ijazah atau keterangan tidak pernah dipidana seharusnya termasuk informasi standar yang bisa diakses publik.
“Itu informasi dasar bagi rakyat untuk mengetahui latar belakang pemimpinnya. Tidak semestinya dianggap rahasia,” tambahnya.
Kontroversi ini memunculkan perdebatan lebih luas. Sebagian pihak mendukung langkah KPU untuk melindungi data pribadi, sementara sebagian lainnya menilai aturan ini berpotensi menurunkan transparansi proses demokrasi.