Politik – Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, meminta Fraksi NasDem di Komisi III DPR segera mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna membahas secara khusus penggunaan istilah Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Langkah ini diambil sebagai respons atas penangkapan Bupati Kolaka Timur, Abdul Aziz, oleh KPK terkait dugaan suap.

Paloh menilai, istilah OTT kerap digunakan secara kurang tepat sehingga berpotensi menimbulkan persepsi keliru di masyarakat.

Ia mencontohkan bahwa OTT seharusnya merujuk pada peristiwa pelanggaran hukum yang terjadi di lokasi yang sama antara pemberi dan penerima suap.

“Kalau pemberinya ada di Sumatra Utara, penerimanya di Sulawesi Selatan, itu apa masih disebut OTT? Atau mungkin OTT plus?” ujar Paloh, Sabtu (09/08/2025), seperti dikutip dari IDN Times.

Menurutnya, penggunaan istilah yang tidak konsisten dapat mengaburkan pemahaman publik dan mengganggu iklim pemerintahan.

Karena itu, RDP diharapkan mampu memberikan kejelasan agar terminologi yang dipakai sesuai dan mendukung penegakan hukum yang efektif.

NasDem Tetap Dukung Penegakan Hukum
Paloh menegaskan bahwa partainya tetap berdiri di garis depan mendukung penegakan hukum. Namun,

ia mengingatkan agar proses tersebut dijalankan tanpa unsur drama berlebihan.

“NasDem sedih kalau penegakan hukum diawali drama, lalu berujung pada harapan amnesti. Tegakkan hukum secara murni, yang salah tetap salah, tapi prosesnya harus bijak,” tegasnya.

Ia juga mempertanyakan keberlangsungan asas praduga tak bersalah yang menurutnya semakin jarang diterapkan dalam proses hukum di Indonesia.

Kasus yang memicu polemik ini bermula dari dugaan korupsi proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur senilai Rp126,3 miliar, yang didanai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan.

Proyek peningkatan status rumah sakit dari tipe D menjadi tipe C tersebut justru dimanfaatkan Abdul Aziz untuk kepentingan pribadi.

KPK menduga Abdul Aziz bersama pihak terkait menerima aliran dana sebesar 8 persen dari nilai proyek atau sekitar Rp9 miliar.

Aliran dana ini terungkap melalui rangkaian pertemuan dan transaksi sejak Desember 2024, termasuk pengaturan lelang yang menguntungkan PT Pilar Cerdas Putra.

Pada April 2025, terjadi penyerahan uang Rp30 juta kepada pejabat terkait, disusul penarikan dana miliaran rupiah pada Mei–Juni 2025 yang sebagian diberikan kepada staf Abdul Aziz. Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk kebutuhan pribadi sang bupati.

KPK menyatakan akan memproses kasus ini hingga tuntas, termasuk menelusuri keterlibatan pihak lain yang diduga mengetahui atau ikut menikmati hasil korupsi tersebut.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *