
Nasional – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera turun tangan menyikapi langkah Satuan Siber TNI yang berkonsultasi dengan Polda Metro Jaya terkait dugaan tindak pidana yang dikaitkan dengan CEO Malaka Project, Ferry Irwandi.
Peneliti ICJR, Iqbal M. Nurfahmi, menilai tindakan TNI tersebut telah melewati batas kewenangan yang diatur dalam konstitusi.
“Presiden harus bersikap tegas menghentikan semua langkah TNI yang tidak sesuai mandatnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (09/09/2025).
Iqbal menegaskan, Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945 dengan jelas menyebutkan bahwa TNI berperan mempertahankan, melindungi, dan menjaga keutuhan serta kedaulatan negara.
“TNI tidak dibentuk sebagai aparat penegak hukum. Seharusnya fokus TNI adalah menghadapi ancaman dari luar negeri, bukan mengurusi dugaan tindak pidana di dalam negeri,” tegasnya.
Menurut ICJR, keberadaan Satuan Siber TNI memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025, namun tugasnya terbatas pada pertahanan siber (cyber defense).
“Melakukan patroli untuk mencari tindak pidana jelas bukan ranah TNI, karena penyidikan adalah kewenangan Polri sesuai KUHAP,” jelas Iqbal.
ICJR juga menilai langkah tersebut berbahaya bagi demokrasi dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Karena itu, mereka meminta TNI untuk lebih cermat memahami regulasi yang mengatur tugas dan fungsinya.
Sebelumnya, empat perwira tinggi TNI mendatangi Mapolda Metro Jaya pada Senin (08/09/2025).
Mereka adalah Dansatsiber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Danpuspom Mayjen TNI Yusri Nuryanto, Kapuspen TNI Brigjen (Mar) Freddy Ardianzah, dan Kababinkum TNI Laksda Farid Ma’ruf.
Kedatangan mereka dilakukan untuk berkonsultasi hukum mengenai hasil patroli siber yang disebut menemukan indikasi tindak pidana oleh Ferry Irwandi.
“Kami temukan sejumlah fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Saudara Ferry Irwandi, dan kami bawa ke ranah hukum,” kata Brigjen Juinta kepada wartawan, Senin (08/09/2025).