Nasional – Gelaran sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (13/10/2025) menyeret nama Muhammad Kerry Adrianto Riza, putra “saudagar minyak” Riza Chalid, dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang disebut merugikan negara hingga sekitar Rp 285 triliun.

Dalam ruang sidang yang sama, jaksa juga membacakan dakwaan untuk sejumlah pihak lain: Yoki Firnandi (eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping/PT PIS), Agus Purwono (eks pejabat PT Kilang Pertamina Internasional/KPI), Dimas Werhaspati (komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara/PT JMN), dan Gading Ramadhan Joedo (petinggi PT Orbit Terminal Merak/PT OTM).

Jaksa menegaskan, seperti dikutip dari Antara, para terdakwa “telah melakukan atau turut serta melakukan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Inti dakwaan memotret dua klaster perbuatan: pengaturan sewa kapal dan pengaturan sewa terminal BBM Merak.

Pada klaster pertama, jaksa memerinci adanya rekayasa pengadaan tiga kapal milik PT JMN.

Untuk memastikan kapal milik PT JMN yang dipakai, pada korespondensi dari PT KPI ke PT PIS ditambahkan frasa kebutuhan “pengangkutan domestik” agar kapal asing tersisih dari tender.

Jaksa menyebutkan, “yang tujuannya untuk memastikan hanya kapal Suezmax milik PT JMN yang dapat disewa PT PIS.”

Proses pengadaannya disebut formalitas belaka, kapal Jenggala Bango jenis MRGC yang tidak memiliki Izin Usaha Pengangkutan Migas tetap dimenangkan sebagai pengangkut migas.

Dari skema ini, Kerry dan Dimas melalui PT JMN disebut menikmati keuntungan sekitar US$ 9,860,514,31 dan Rp 1,07 miliar.

Klaster kedua menyasar skema sewa Terminal BBM Merak.

Dakwaan menggambarkan Kerry bersama Riza Chalid dan Gading mengajukan kerja sama penyewaan terminal BBM Merak kepada pejabat pemasaran Pertamina, padahal diinformasikan terminal yang ditawarkan bukan milik PT Tangki Merak, melainkan milik PT Oiltanking Merak (kemudian dikenal sebagai PT Orbit Terminal Merak).

Meski prasyarat belum terpenuhi, termasuk status vendor, penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian jasa penerimaan, penyimpanan, serta penyerahan BBM tetap dilanjutkan.

Jaksa memaparkan langkah-langkah mendesak agar dilakukan penunjukan langsung.

Selain itu, nilai aset PT Oiltanking Merak diminta dimasukkan sebagai komponen perhitungan thruput fee, membuat biaya sewa terminal meningkat signifikan, dan klausul kepemilikan aset di akhir masa perjanjian justru dihilangkan sehingga aset tidak beralih ke Pertamina.

Uang hasil pembayaran sewa Terminal BBM Merak, sekitar Rp 176,39 miliar, disebut jaksa turut dipakai untuk aktivitas pribadi, antara lain bermain golf di Thailand.

Nama-nama yang disebut turut hadir dalam kegiatan itu meliputi Gading Ramadhan Joedo, Dimas Werhaspati, serta pihak PT Pertamina seperti Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara, dan Agus Purwono.

Secara akumulatif, dari sisi terminal, jaksa menaksir pihak terkait, termasuk Kerry, Riza Chalid, dan Gading melalui PT OTM, diuntungkan sekitar Rp 2,905 triliun.

Dakwaan juga menginventarisasi kerugian negara dalam dua rumpun: keuangan negara dan perekonomian negara.

Pada rumpun keuangan negara, jaksa memaparkan komponen antara lain ekspor dan impor minyak mentah, impor produk kilang/BBM, pengapalan, sewa terminal, hingga kompensasi dan penjualan solar nonsubsidi, yang jika dikonversi dan dijumlahkan menghasilkan angka sekitar Rp 70,5 triliun.

Pada rumpun perekonomian negara, jaksa menyorot “kemahalan” pengadaan BBM yang menimbulkan beban ekonomi sekitar Rp 171,99 triliun, serta keuntungan ilegal dari selisih harga impor di luar kuota terhadap perolehan domestik yang setara puluhan triliun rupiah.

Total kerugian perekonomian dipatok sekitar Rp 215,19 triliun, sehingga keseluruhan kerugian negara mencapai kurang lebih Rp 285 triliun.

Di luar para terdakwa utama, jaksa juga mengungkap daftar entitas yang disebut diuntungkan sepanjang periode 2018–2023.

Dalam ekspor bagian negara dan KKKS maupun impor minyak mentah, tercantum sejumlah nama besar, dari entitas dalam negeri seperti PT KPI dan PEPC hingga perusahaan global seperti EMCL, Medco E&P Natuna, Petronas Carigali Ketapang II, Vitol Asia, Socar Trading Singapore, Shell International Eastern Trading, Glencore Singapore, ExxonMobil Asia Pacific, BP Singapore, Trafigura, Petron Singapore Trading, BB Energy (Asia), serta Sahara Energy pada pengadaan sewa kapal. Dalam pengaturan sewa tiga kapal, Kerry dan Dimas via PT JMN juga kembali disebut menikmati keuntungan.

Seluruh rangkaian perbuatan itu, menurut penuntut umum, memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pada salah satu bagian dakwaan, jaksa kembali menekankan bahwa para pihak tidak sekadar melanggar prosedur, tetapi menciptakan struktur biaya dan keputusan pengadaan yang “mengakibatkan biaya penyewaan Terminal BBM menjadi lebih mahal,” sekaligus menutup peluang persaingan sehat melalui rekayasa syarat tender “pengangkutan domestik”.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *