Palopo – Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menolak gugatan yang diajukan oleh pasangan calon Rahmat Masri Bandaso–Andi Tenri Karta (RahmAT) terkait hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Palopo.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka yang digelar pada Selasa (08/07/2025) di hadapan sembilan hakim konstitusi.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan tidak menemukan dasar hukum yang cukup kuat untuk mengabulkan permohonan pemohon.

Setidaknya terdapat lima poin utama yang menjadi alasan MK menolak seluruh dalil yang disampaikan oleh pihak RahmAT.

Dokumen Pajak Naili Dianggap Sah

Salah satu tuduhan yang dilayangkan pemohon adalah dugaan pelanggaran administratif terkait pelaporan SPT Pajak oleh Naili, calon wali kota.

Namun MK menyimpulkan bahwa perbedaan tanggal pengajuan SPT tidak membatalkan keabsahan dokumen tersebut, karena Naili terbukti telah melaporkan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan.

Keterangan dari KPP Pratama Tanjung Priok juga memperkuat bahwa Naili menyampaikan laporan pajaknya pada 6 Maret 2025 dan telah memiliki NPWP aktif serta tidak memiliki tunggakan.

Hal ini dinilai telah memenuhi unsur Pasal 7 ayat 2 huruf M UU No. 10 Tahun 2016.

Pengakuan Status Hukum Akhmad Syarifuddin Sudah Dipublikasikan

Terkait status hukum calon wakil wali kota Akhmad Syarifuddin, MK menyatakan bahwa tindakan pengumuman publik melalui media massa sebelum penetapan calon dianggap sudah memenuhi prinsip transparansi.

Akhmad mengakui pernah terlibat kasus pidana pada 2018 dan memuat informasi tersebut di media cetak pada Jumat (07/03/2025), jauh sebelum penetapan resmi pasangan calon.

Mahkamah juga menilai bahwa ia telah menyampaikan informasi yang jujur dalam SKCK serta tidak menunjukkan indikasi menyembunyikan fakta.

Selisih Suara Terlampau Besar

Faktor krusial lainnya adalah bahwa RahmAT tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, selisih suara yang dapat diajukan ke MK harus berada dalam ambang batas tertentu.

Dalam hal ini, pasangan Naili–Akhmad meraih 47.349 suara, sementara RahmAT hanya memperoleh 11.021 suara.

Selisih yang mencapai lebih dari 36 ribu suara dinilai terlalu besar dan melampaui ambang batas 2% yang disyaratkan Pasal 158 UU No. 10 Tahun 2016.

Gugatan Dinilai Terlambat

Selain itu, MK juga mempertanyakan mengapa keberatan terhadap status hukum Akhmad baru diajukan setelah PSU berlangsung.

Mengingat latar belakang persaingan politik antara kedua tokoh tersebut sudah terjadi sejak Pilkada 2018, Mahkamah menilai keberatan semestinya dilayangkan sejak proses pencalonan Pilkada November 2024, bukan sesudahnya.

Tidak Ada Pelanggaran Mendasar

Secara keseluruhan, MK tidak melihat adanya pelanggaran serius yang memengaruhi hasil pemungutan suara.

Permasalahan administratif yang muncul dianggap telah ditindaklanjuti secara patut oleh KPU dan Bawaslu.

Dengan demikian, MK secara bulat memutuskan untuk menolak permohonan yang diajukan RahmAT dan menetapkan kemenangan pasangan Naili Trisal–Akhmad Syarifuddin sebagai hasil akhir yang sah dan berkekuatan hukum tetap.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *