
Ragam – Dalam perkembangan yang mengejutkan dunia teknologi, OpenAI memutuskan menghentikan seluruh operasinya selama satu minggu penuh mulai awal Juli 2025.
Keputusan drastis ini diambil sebagai respons terhadap kampanye perekrutan agresif Meta yang telah berhasil “membajak” sejumlah peneliti terbaik perusahaan.
Chief Research Officer OpenAI, Mark Chen, dalam memo internal yang bocor, mengungkapkan perasaan frustrasinya dengan pernyataan yang menggugah: “Saya merasakan perasaan mendalam saat ini, seolah-olah seseorang telah membobol rumah kami dan mencuri sesuatu”.
Pernyataan emosional ini mencerminkan betapa dalamnya dampak yang dirasakan perusahaan akibat kehilangan talenta kunci.
Penutupan operasional yang tidak biasa ini ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada karyawan yang telah bekerja dengan jadwal mencekik hingga 80 jam per minggu untuk memulihkan diri.
Namun di balik alasan wellness tersebut, terdapat strategi defensif yang lebih kompleks untuk mencegah Meta melakukan serangan perekrutan lebih lanjut.
Mark Zuckerberg secara personal terlibat dalam kampanye perekrutan ini, menawarkan paket kompensasi yang mencengangkan hingga $100 juta untuk menarik peneliti-peneliti top dari OpenAI.
Strategi ini telah membuahkan hasil dengan berhasilnya Meta merekrut sekitar tujuh hingga delapan peneliti OpenAI, termasuk nama-nama besar seperti Lucas Beyer, Alexander Kolesnikov, Xiaohua Zhai, dan Trapit Bansal.
Sebagai bagian dari strategi besar-besaran ini, Meta mengumumkan pembentukan Meta Superintelligence Labs (MSL) dengan investasi $14.3 miliar untuk Scale AI dan menunjuk Alexandr Wang sebagai Chief AI Officer yang akan memimpin divisi baru ini.
Chen tidak tinggal diam menghadapi serangan bertubi-tubi ini. Dalam memo internalnya, dia memperingatkan karyawan: “Meta tahu kami sedang mengambil minggu ini untuk mengisi ulang energi dan akan memanfaatkannya untuk mencoba menekan kalian membuat keputusan cepat dalam isolasi”.
Sebagai langkah balasan, OpenAI mengumumkan rekalibrasi sistem kompensasi dan berjanji akan bekerja “sepanjang waktu untuk berbicara dengan mereka yang memiliki tawaran” dari Meta.
Namun Chen juga menegaskan batasan yang jelas: “Meskipun saya akan berjuang untuk mempertahankan setiap dari kalian, saya tidak akan melakukannya dengan mengorbankan keadilan bagi yang lain”.
Situasi ini mencapai puncaknya ketika Cheng Lu, seorang staf teknis OpenAI, secara public mengungkapkan kekecewaannya di platform X (Twitter) sebelum kemudian menghapus postingannya.
“Kerugian yang sangat besar bagi OpenAI, dan saya merasa sangat kecewa bahwa kepemimpinan tidak mempertahankan mereka,” tulisnya.
Insiden ini mengungkap sisi manusiawi dari perang teknologi yang selama ini tersembunyi. Karyawan-karyawan yang seharusnya fokus membangun masa depai AI justru mengalami burnout parah akibat tekanan kerja yang luar biasa dan ketidakpastian karier.
Meskipun dibalut sebagai program wellness, keputusan penutupan operasional ini sesungguhnya merupakan manuver strategis untuk memutus rantai perekrutan Meta.
Dengan memaksa seluruh karyawan log off secara bersamaan, OpenAI berusaha mencegah pendekatan individual dari rekruter Meta terhadap karyawan yang terisolasi dan kelelahan.
Hanya para eksekutif yang akan tetap bekerja selama periode istirahat ini, memastikan bahwa upaya retensi talenta tetap berjalan.
Langkah ini menunjukkan bahwa perang talenta AI telah memasuki fase baru yang lebih intens dan personal.