Internasional – Dunia jurnalisme kembali berduka. Saleh Aljafarawi, jurnalis muda berusia 28 tahun yang dikenal karena liputannya selama perang di Gaza, dilaporkan tewas tertembak ketika meliput bentrokan di lingkungan Sabra, Gaza City, meski gencatan senjata baru saja disepakati antara Israel dan Hamas.

Sumber-sumber lokal mengatakan kepada Al Jazeera Arabic bahwa Aljafarawi terkena tembakan dari kelompok bersenjata tak dikenal yang disebut sebagai “milisi bersenjata” saat mencoba merekam situasi di lapangan.

Tubuhnya ditemukan masih mengenakan rompi bertuliskan PRESS di atas sebuah truk, sebagaimana dikonfirmasi oleh tim verifikasi digital Sanad dari Al Jazeera.

Menurut pejabat di Kementerian Dalam Negeri Gaza, baku tembak itu melibatkan pasukan keamanan Hamas dan kelompok bersenjata yang disebut terkait dengan pihak pendudukan Israel.

Sumber tersebut menambahkan, kelompok bersenjata itu menembaki warga yang sedang dalam perjalanan kembali dari Gaza selatan ke arah utara setelah gencatan senjata diberlakukan.

Situasi keamanan di Gaza disebut masih rentan meskipun kesepakatan gencatan senjata telah berjalan tiga hari.

Pemerintah setempat memperingatkan kemungkinan munculnya kembali bentrokan bersenjata di wilayah padat penduduk tersebut.

Beberapa bulan sebelum kematiannya, Aljafarawi pernah berbagi kisah hidupnya kepada Al Jazeera.

Ia menggambarkan hari-harinya di bawah serangan udara dan ancaman pembunuhan.

“Saya hidup dalam ketakutan setiap detik,” ujarnya kala itu, seperti dikutip dari Al Jazeera. “Saya tak pernah tahu apa yang akan terjadi di detik berikutnya.”

Selama lebih dari 460 hari konflik, ia terus melaporkan kondisi warga sipil Gaza, meski berulang kali menerima ancaman dari otoritas Israel karena liputannya yang menyoroti penderitaan warga Palestina.

Kini, namanya tercatat di antara lebih dari 270 jurnalis dan pekerja media yang kehilangan nyawa sejak pecahnya perang pada Sabtu (7/10/2023) — menjadikan konflik ini sebagai yang paling mematikan bagi insan pers dalam sejarah modern.

Sementara itu, Senin (13/10/2025), Presiden Amerika Serikat Donald Trump dijadwalkan menghadiri KTT Gaza di Sharm el-Sheikh, Mesir, bersama sejumlah pemimpin dunia.

Pertemuan itu, yang juga dihadiri Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, bertujuan membahas langkah konkret untuk mengakhiri perang dan membangun stabilitas di Timur Tengah.

Pemerintah Mesir menyebut acara itu sebagai momen “bersejarah” di mana dokumen penghentian perang di Gaza akan disahkan, meski tanpa kehadiran langsung perwakilan Israel maupun Hamas.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *