Nasional – Gelombang unggahan warganet pada Minggu (14/09/2025) menyoroti pemutaran video singkat berisi capaian pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di layar bioskop, tepat sebelum film utama diputar.

Potongan visual itu menampilkan kilasan kegiatan presiden disertai angka-angka program, mulai dari produksi beras nasional hingga Agustus 2025 yang disebut mencapai 21.760.000 ton, beroperasinya 5.800 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), penerima manfaat Program Makan Bergizi Gratis yang diklaim menembus 20.000.000 orang, peluncuran 80.000 Koperasi Desa Merah Putih, sampai pendirian 100 Sekolah Rakyat.

Di sebagian lokasi, setelah video berakhir, layar menampilkan pengingat larangan merekam film, lalu barulah pemutaran film dimulai.

Fenomena ini memantik reaksi beragam: ada yang menganggapnya wajar sebagai informasi layanan publik, ada pula yang mempertanyakan kenyamanan penonton dan membandingkannya dengan praktik propaganda di negara otoriter.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan penggunaan ruang publik, termasuk layar bioskop, untuk menyampaikan pesan pemerintah dapat dilakukan selama mematuhi ketentuan dan tidak mengganggu kenyamanan maupun estetika ruang.

“Sepanjang tidak melanggar aturan dan tidak mengganggu kenyamanan, pemanfaatan media publik untuk menyampaikan pesan adalah hal yang lumrah,” ujarnya pada Minggu (14/09/2025), seperti dikutip dari Detik.

Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menambahkan, layar bioskop diperlakukan seperti televisi atau media luar ruang lain yang secara umum menayangkan pesan komersial maupun non-komersial.

Menurutnya, tujuan penayangan adalah memberi tahu publik apa yang sudah dan sedang dikerjakan pemerintah.

Video menyusun capaian dalam format cepat: target kedaulatan pangan melalui angka produksi beras, perluasan layanan gizi lewat SPPG, dan skala penerima Program Makan Bergizi Gratis, program yang diluncurkan sejak Senin (06/01/2025).

Di sisi pemberdayaan ekonomi, pemerintah menonjolkan peluncuran kelembagaan Koperasi Desa Merah Putih yang diklaim sudah mencapai puluhan ribu unit, sementara di sektor pendidikan disebutkan 100 Sekolah Rakyat telah berdiri.

Perbincangan warganet berkisar pada dua hal: legalitas dan kepantasan.

Dari sisi legalitas, pernyataan Istana menekankan batasnya jelas, tidak boleh melanggar aturan dan tidak mengganggu kenyamanan penonton.

Dari sisi kepantasan, penilaiannya relatif: ada yang melihatnya sebagai sosialisasi kebijakan, ada juga yang menilai ruang pra-pemutaran film sebaiknya steril dari pesan politik.

Apapun pandangannya, kemunculan video tersebut memperlihatkan strategi komunikasi pemerintah merambah ruang tunggu layar lebar, bersisian dengan iklan komersial yang lazim hadir sebelum film.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *