Nasional – Kalender Hijriah, yang berbeda dengan sistem penanggalan Masehi, memiliki metode khusus untuk menentukan awal bulan. Dua metode yang umum digunakan adalah hisab dan rukyat. Memahami perbedaan keduanya penting bagi umat Islam dalam memahami penanggalan Hijriah.
Pengertian Hisab dan Rukyat
Rukyat secara bahasa berarti “melihat”. Dalam konteks penanggalan Hijriah, rukyat berarti mengamati hilal (bulan baru) di ufuk, baik dengan mata telanjang maupun alat bantu seperti teropong. Hilal harus terlihat secara pasti untuk menentukan awal bulan. Biasanya, rukyat dilakukan melalui sidang isbat.
Hisab secara bahasa berarti “menghitung”. Dalam metode ini, awal bulan Hijriah ditentukan dengan perhitungan matematis dan astronomis berdasarkan ilmu falak. Perhitungan ini memastikan apakah hilal sudah terbentuk atau belum, dan memungkinkan prediksi awal bulan di tahun-tahun berikutnya.
Perbedaan Hisab dan Rukyat
Aspek | Hisab | Rukyat |
Definisi | Menghitung berdasarkan ilmu falak | Mengamati hilal secara langsung |
Ketergantungan pada penglihatan | Tidak perlu melihat hilal | Wajib melihat hilal |
Prediksi awal bulan | Bisa diprediksi untuk tahun-tahun berikutnya | Tidak bisa diprediksi |
Sementara itu, menyikapi perbedaan metode hisab dan rukyat terkait penentuan awal hilal, MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 2 tahun 2004 tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Fatwa ini menyatakan, penetapan awal bulan berdasarkan metode hisab dan rukyat oleh Pemerintah RI melalui Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
Selain itu, seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa ini juga mengatur bahwa dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan MUI, ormas-ormas Islam dan instansi terkait.