
Nasional – Tenggat waktu untuk pemenuhan 17 tuntutan jangka pendek publik telah berakhir pada Jumat (5/09/2025).
Tuntutan tersebut sebelumnya dilayangkan kepada pemerintah, DPR, partai politik, hingga TNI. Seiring jatuhnya korban jiwa dalam aksi demonstrasi, desakan itu semakin kuat hingga akhirnya DPR dan pemerintah mulai memberikan respons.
Salah satu yang turut menyuarakan 17+8 Tuntutan Rakyat adalah Abigail Limuria, influencer yang bersama rekan-rekannya menggelar aksi di depan Gerbang Pancasila, Kompleks DPR, Jakarta Pusat pada Jumat (5/09/2025).
Abigail mengatakan, semula mereka hanya berniat menyerahkan surat tuntutan kepada sekretariat DPR.
Namun, tak disangka, mereka ditemui langsung oleh dua anggota DPR, Rieke Diah Pitaloka (PDIP) dan Andre Rosiade (Gerindra).
“Jujur, kami tidak menduga akan ditemui. Niat awal hanya menyampaikan pernyataan dan memasukkan surat. Tapi seharusnya DPR bisa menemui masyarakat jauh lebih awal, bukan baru sekarang,” kata Abigail.
Ia menilai DPR kurang sigap merespons aspirasi publik.
Menurutnya, tidak semestinya harus menunggu demonstrasi besar atau jatuh korban jiwa baru parlemen bersuara.
Ia juga menyinggung keresahan publik di media sosial, di mana banyak yang bertanya mengapa DPR baru keluar menemui massa ketika para influencer turun, padahal mahasiswa dan masyarakat sipil sudah lebih dulu berhari-hari berunjuk rasa.
Abigail mengungkapkan kekesalannya terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai sering janggal.
Mulai dari wacana pajak hobi, hingga penggunaan dana pajak yang justru tersandung kasus korupsi.
“Kami sudah sampai pada titik tidak berharap apa-apa. Tolong, jangan ganggu kami. Itu pun tidak bisa,” ujarnya.
Menurut laporan platform Bijak Memantau, hingga Sabtu (6/09/2025), dari 17 tuntutan jangka pendek, baru dua yang terealisasi, semuanya oleh DPR:
1. DPR menghentikan pemberian tunjangan rumah dan menetapkan moratorium perjalanan dinas luar negeri, kecuali kunjungan resmi kenegaraan.
2. DPR mempublikasikan anggaran secara transparan, termasuk gaji, tunjangan, rumah, dan fasilitas anggota, yang kini menghasilkan take home pay sebesar Rp65.595.730 per bulan.
Sementara itu, Ada sembilan poin lain yang mulai mendapat tindak lanjut, antara lain:
1. DPR meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berkoordinasi dengan mahkamah partai untuk memproses kader yang melanggar etika.
2. Sejumlah partai menyatakan komitmen berpihak pada rakyat di tengah krisis, bahkan enam partai sudah mengumumkan sikapnya di ruang publik.
3. Kader DPR dari partai politik diminta terlibat aktif dalam dialog dengan mahasiswa dan masyarakat sipil.
4. TNI menyatakan komitmen tidak masuk ke ranah sipil selama masa krisis demokrasi.
5. Pemerintah di bidang ekonomi mulai menjanjikan upah layak bagi pekerja, mencegah PHK massal, melindungi buruh kontrak, serta membuka dialog dengan serikat buruh.
6. Presiden juga didesak untuk menghentikan peran TNI dalam pengamanan sipil dan mengembalikan mereka sepenuhnya ke barak.
Disisi lain, Setidaknya tiga tuntutan belum digubris sama sekali, di antaranya pembentukan tim investigasi independen terkait kasus kematian Affan Kurniawan, Umar Amarudin, serta korban lain saat demonstrasi 28–30 Agustus.
Selain itu, TNI belum menjalankan instruksi untuk segera kembali ke barak dan menegakkan disiplin agar tidak mengambil alih fungsi Polri.
Peneliti CSIS, Nicky Fahrizal, menilai kunci pengembalian TNI ke barak ada di tangan Presiden Prabowo selaku panglima tertinggi.
Tiga tuntutan dinilai justru mengalami kemunduran, khususnya yang berkaitan dengan kepolisian, yaitu:
1. Pembebasan demonstran yang ditahan.
2. Penindakan hukum terhadap aparat yang melakukan kekerasan.
3. Penghentian aksi represif polisi dan kepatuhan pada SOP pengendalian massa.
Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, justru meminta agar para tersangka dari kalangan demonstran menghadapi proses hukum dengan “gentleman”, bukan menuntut pembebasan.
Dengan kondisi ini, publik masih menunggu konsistensi pemerintah dan DPR dalam menjalankan komitmen reformasi sesuai 17+8 Tuntutan Rakyat.