
Internasional – Israel dan kelompok perlawanan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata setelah 15 bulan konflik brutal di Jalur Gaza.
Kesepakatan ini diumumkan pada Rabu (15/1/2025) oleh Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, yang bersama Mesir memediasi negosiasi antara kedua pihak.
Gencatan senjata ini dijadwalkan berlaku mulai Minggu (19/1/2025).
Gencatan senjata ini mencakup beberapa fase yang akan berlangsung selama beberapa minggu mendatang.
Fase pertama, yang berlangsung 42 hari, melibatkan penghentian pertempuran, penarikan pasukan Israel dari daerah berpenduduk di Gaza, dan pembebasan 33 sandera oleh Hamas.
Israel, sebagai imbalannya, akan membebaskan sejumlah tahanan Palestina dengan skema pertukaran 1:30 untuk warga sipil dan 1:50 untuk tentara perempuan.
Selanjutnya, fase kedua akan melibatkan deklarasi “ketenangan berkelanjutan,” di mana Hamas akan membebaskan seluruh sandera laki-laki yang tersisa, sementara Israel menarik pasukannya sepenuhnya dari Jalur Gaza.
Fase ketiga akan mencakup pengembalian jenazah sandera Israel yang meninggal dan rencana rekonstruksi besar-besaran untuk Gaza.
Penyeberangan perbatasan juga akan dibuka kembali untuk memfasilitasi pergerakan warga sipil dan bantuan kemanusiaan.
Pengumuman gencatan senjata disambut dengan suka cita oleh warga Gaza.
Di berbagai lokasi, seperti Rumah Sakit Al-Aqsa dan kamp pengungsi Al-Mawasi, warga merayakan dengan pelukan, kembang api, dan nyanyian.
“Kami sangat bahagia. Akhirnya ada secercah harapan setelah penderitaan panjang,” ujar Amjad Shawa, warga Gaza yang telah setahun mengungsi ke Deir Al Balah.
Di sisi lain, warga Israel juga merespons positif kabar ini. Di Tel Aviv, warga berharap para sandera yang masih ditahan dapat segera kembali ke rumah.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden, yang turut menekan Israel agar menyetujui gencatan senjata ini, menyebut kesepakatan tersebut sebagai langkah penting menuju perdamaian yang lebih langgeng.
Konflik ini dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika Hamas melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang dan membawa 251 orang sebagai sandera ke Gaza.
Serangan tersebut memicu respons keras dari Israel, yang melancarkan serangan udara dan darat di Gaza.
Menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, lebih dari 46.000 warga Palestina tewas akibat konflik ini.
Angka korban dan kerusakan yang tinggi menunjukkan skala kehancuran yang luar biasa.
Ratusan ribu warga Gaza kehilangan tempat tinggal, sementara akses ke kebutuhan dasar seperti air, makanan, dan obat-obatan menjadi sangat terbatas.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut kesepakatan gencatan senjata ini sebagai langkah awal untuk meringankan penderitaan yang luar biasa akibat konflik.
Kesepakatan ini tidak terlepas dari peran aktif negara-negara mediator, terutama Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken menyatakan bahwa kesepakatan ini adalah hasil dari negosiasi intensif yang bertujuan untuk menciptakan kondisi perdamaian jangka panjang di kawasan tersebut.
“Kami berharap semua pihak menghormati perjanjian ini dan bekerja menuju perdamaian abadi,” kata Blinken.
WHO dan lembaga internasional lainnya juga menyatakan kesiapan untuk meningkatkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Tedros Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, menyatakan bahwa perdamaian adalah obat terbaik bagi warga yang telah menderita selama bertahun-tahun.
Meskipun kesepakatan ini memberikan harapan baru, tantangan masih membayangi implementasi gencatan senjata.
Serangan udara Israel yang terjadi pada Rabu pagi (15/1/2025), hanya beberapa jam setelah kesepakatan diumumkan, menewaskan lebih dari 20 warga Palestina.
Situasi ini menyoroti pentingnya pengawasan internasional untuk memastikan kedua pihak mematuhi perjanjian.
Bagi warga Gaza dan Israel, kesepakatan ini diharapkan menjadi awal dari langkah menuju perdamaian yang lebih stabil. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Sami Abu Zuhri, pejabat Hamas, perjalanan menuju perdamaian sejati membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak.