
Kriminal – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap dugaan tindak pidana korupsi besar-besaran dalam proyek pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dengan nilai mencapai Rp2,1 triliun.
Berdasarkan perhitungan sementara tim penyidik KPK, dugaan kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai sekitar Rp700 miliar, atau sekitar 30 persen dari nilai total proyek pengadaan.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa angka ini masih bersifat sementara dan terbuka kemungkinan untuk bertambah seiring dengan perkembangan penyidikan.
Dugaan korupsi ini berlangsung dalam rentang waktu 2020 hingga 2024, dengan melibatkan pengadaan mesin EDC yang merupakan perangkat vital untuk memproses transaksi pembayaran elektronik.
Proyek senilai Rp2,1 triliun ini mencakup ribuan hingga puluhan ribu unit mesin EDC, termasuk perangkat keras, perangkat lunak, layanan pendukung, serta sistem pemeliharaan dan integrasi teknologi.
KPK telah melakukan penggeledahan di dua lokasi strategis pada Kamis (26/06/2025), yaitu Kantor BRI Pusat di Jalan Sudirman dan kantor BRI di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Dalam operasi tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen terkait pengadaan, buku tabungan, dan berbagai bukti elektronik yang akan dianalisis lebih lanjut.
Tim penyidik juga menemukan catatan keuangan yang dapat ditelusuri untuk mengungkap aliran dana hasil dugaan tindak pidana korupsi dan peran para pihak yang terlibat dalam pengadaan EDC tersebut.
Dalam upaya memperlancar penyidikan, KPK telah mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri dengan status aktif mulai Senin (27/06/2025).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, ke-13 orang tersebut berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, ELV, NI, RSK, dan SRD.
CBH diduga merujuk pada mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto, sementara IU diduga Indra Utoyo yang kini menjabat Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk dan sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI.
KPK telah memeriksa Catur Budi Harto, mantan Wakil Direktur Utama BRI periode 2019-Maret 2025, sebagai saksi pada Kamis (26/06/2025).
Pemeriksaan berlangsung sekitar 2,5 jam di Gedung Merah Putih KPK. Catur, yang merupakan lulusan agronomi IPB dengan gelar Magister Manajemen dari Prasetiya Mulya, memiliki karier panjang di berbagai bank BUMN sebelum kembali ke BRI pada 2019.
Dalam kasus ini, terungkap bahwa PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) menjadi mitra BRI sejak 2020 dalam pengadaan mesin EDC agen BRILink.
PCS telah memasang lebih dari 80.000 unit EDC hingga 2023 dan berencana memasang 100.000 unit pada 2024.
Perusahaan yang resmi berdiri pada 28 Desember 2017 ini mendefinisikan dirinya sebagai entitas yang bergerak dalam menyediakan berbagai solusi di berbagai sektor bisnis, termasuk solusi pembayaran digital.
KPK menduga kasus ini melibatkan oknum pejabat BRI yang sudah tidak menjabat. Pakar hukum pidana menyarankan KPK untuk memeriksa mantan Direktur Utama BRI Sunarso guna memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara.
Penyidikan ini juga membuka kemungkinan pemeriksaan terhadap pihak luar, termasuk vendor penyedia barang dan jasa.
Dalam menghitung nilai kerugian keuangan negara, KPK berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memastikan akurasi perhitungan.
Koordinasi ini penting mengingat kompleksitas proyek dan nilai yang sangat besar.
Direktur Utama BRI Hery Gunardi menegaskan bahwa pihaknya menghormati langkah penegak hukum yang dilakukan KPK.
BRI berkomitmen untuk selalu mematuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah dan regulator dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Bank tersebut memastikan bahwa proses penegakan hukum ini tidak berdampak terhadap operasional dan layanan, sehingga nasabah tetap dapat bertransaksi secara normal.
Hingga saat ini, KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus ini dan masih menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.
Tim penyidik terus melakukan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait, dan jika bukti sudah dianggap cukup, KPK akan menyampaikan konstruksi perkara serta mengumumkan siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini menjadi momentum penting untuk upaya mitigasi, pencegahan, dan perbaikan pada sektor keuangan serta mendukung perekonomian nasional dalam kerangka pemberantasan korupsi.